Adbox

Jumat, 20 Mei 2016

Review Film: 'X-Men: Apocalypse' (2016)

Dengan plot yang tak berkembang menjadi satu kesatuan cerita yang utuh, 'X-Men: Apocalypse' unggul (dan sebaiknya dinikmati) dalam fragmen terpisah.

�No more false gods. I'm here now�
� Apocalypse
Kalau saya tidak salah ingat, setiap klimaks dalam film X-Men selalu mengindikasikan akhir dunia. Gedung-gedung meledak dengan bombastis, banyak nyawa tak bersalah berjatuhan sementara mutan yang terlibat mengeluarkan ekspresi super-intens. Namun tak ada yang lebih tepat menggunakan kata "akhir dunia" dibanding X-Men: Apocalypse karena film ini mengutus sang "kiamat" itu sendiri: En Sabah Nur alias Apocaypse, leluhur para mutan yang kabarnya merupakan yang terkuat.

Menjadi penguasa di jaman Mesir Kuno, Apocalypse terkubur selama ribuan tahun hingga dibangkitkan kembali pada tahun 80-an. Sepanjang hidupnya ia selalu ditemani 4 bawahan yang setia, The Four Horsemen. "Persis seperti legenda kiamat di alkitab," ujar Beast / Hank McCoy (Nicholas Hoult). "Atau justru alkitab lah yang terinspirasi darinya."

Ancaman besar membuat filmnya spektakuler, kita harap. Apa yang layak disebut sebagai villain pamungkas dalam semesta X-Men tersebut diperankan oleh Oscar Isaac, aktor muda yang tampil kuat dalam Inside Llewyn Davis dan A Most Violent Year, yang sayangnya dikerdilkan menjadi karakter penjahat yang generik disini. Saya tak akan mempermasalahkan dandanannya yang lebay atau proporsi tubuh Isaac yang tak mewakili Apocalypse versi komik yang gempal. Untuk ukuran super-mega-villain, keberadaan sang penjahat ini sungguh inkonsekuensial dan tak membekas. Ancamannya terkesan remeh.


Demi misinya yang klise untuk menghancurkan dunia, Apocalypse kembali mengumpulkan 4 anak buah, diantaranya Storm / Ororo Munroe (Alexandra Shipp) yang bisa memanipulasi cuaca, Angel / Warren Worthington III (Ben Hardy) sang mutan bersayap, Psylocke / Elizabeth Braddock (Olivia Munn) yang bisa mengeluarkan pedang laser atau semacamnya, serta pengendali logam, Magneto / Erik Lehnsherr (Michael Fassbender). Melihat kekuatannya yang nyaris tanpa batas, saya heran kenapa Apocalypse sampai perlu merekrut kaki tangan. Tapi terserahlah. Yang terakhir sedikit pelik, karena Erik tengah memulai hidup baru bersama keluarga normal di daerah pinggiran Polandia.

Lalu kemana para X-Men? Sementara Apocalypse sibuk mendandani anteknya dengan kostum mentereng, Profesor Charles Xavier (James McAvoy) yang masih menjalankan sekolah mutan, mengurusi anak-anak baru: Jean Grey (Sophie Turner) yang belum bisa mengontrol kekuatan pikirannya serta Cyclops / Scott Summer (Tye Sheridan) yang bermasalah dengan mata lasernya. Belum cukup? Masuk pula Mystique / Raven (Jennifer Lawrence) yang membawa mutan polos yang bisa berteleportasi, Nightcrawler (Kodi Smith McPhee).

Mengarahkan 4 dari 6 film, Bryan Singer adalah sutradara yang membesarkan dunia sinematis X-Men dan saya pikir ia menghormati masing-masing karakter dari lusinan mutan ini. Setiap orang mendapat momen tersendiri. Ada banyak adegan keren, misalnya pengungkapan identitas Erik saat dikepung oleh polisi di tengah hutan, sekuens ikonik Quicksilver (Evan Peters) atau cameo *spoiler* yang dahsyat (meski tak sesuai dengan tone film), namun plotnya tak berkembang menjadi satu kesatuan cerita yang utuh. X-Men: Apocalypse unggul (dan sebaiknya dinikmati) dalam fragmen terpisah.

Seperti biasa, para X-Men selalu teralihkan dari urusan utama dengan konflik-konflik kecil yang tak begitu relevan. Kecuali beberapa, semua nama yang saya sebutkan di atas punya problematika tersendiri yang akan menghabiskan beberapa paragraf kalau saya jelaskan. Tak penting juga sih sebenarnya, karena ini hanya disentil sambil lalu dan sekadar plot device bagi pertarungan klimaks yang melibatkan kehancuran global.

Terlepas dari narasinya, X-Men: Apocalypse punya kualitas teknis kelas atas. Kita bisa mengintip talenta dari para pemeran, khususnya trinitas X-Men � McAvoy, Fassbender dan Lawrence � yang potensial kalau saja tak dibatasi oleh skrip. Efek visualnya mengagumkan, namun terlalu berlebihan di paruh akhir, apalagi di pertarungan puncak. Penonton diserang habis-habisan dengan CGI lebay. Mungkin Singer ingin mematuhi Garis-Garis Besar Panduan Film Superhero Generik. Serius, berapa kali Magneto harus menghancurkan jembatan Manhattan? �UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

'X-Men: Apocalypse' |
|

IMDb | Rottentomatoes
144 menit | Remaja

Sutradara Bryan Singer
Penulis Bryan Singer, Michael Dougherty, Dan Harris, Simon Kinberg
Pemain James McAvoy, Michael Fassbender, Jennifer Lawrence

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Recent Post