Adbox

Kamis, 03 Maret 2016

Review Film: 'Monkey Business' (2015)

Komedian Prancis, Jamel Debbouze mencoba peruntungannya sebagai sutradara dalam animasi motion-capture yang ambisius secara konsep ini.

�Nature is not necessarily on the side of the strongest.�
� Edward
Monkey Business mungkin bukan pilihan judul yang menarik untuk sebuah film animasi. Judul aslinya dalam bahasa Prancis yang berarti Why I Did (Not) Eat My Father juga tak begitu membantu; membuat kita berasumsi filmnya bergenre horor kanibal atau semacamnya. Evolution Man � judul versi Amerika � walau terkesan terlalu serius, menangkap esensi filmnya dengan baik. Di balik kemasannya yang remeh, film ini mengangkat premis mengenai evolusi dan berisi komentar sosial. Wait, what?

Komedian Prancis, Jamel Debbouze mencoba peruntungannya sebagai sutradara dalam animasi motion-capture yang ambisius secara konsep ini. Pada tahun 1990, Debbouze mengalami kecelakaan di stasiun kereta api yang mengakibatkan tangan kanannya lumpuh. Apa pentingnya informasi tersebut, anda mungkin bertanya. Dalam film ini, Debbouze juga menyumbangkan suara, ekspresi dan pembawaannya untuk menghidupkan karakter utama, yang awalnya akan anda anggap aneh karena selalu memasukkan tangannya ke dalam celana.


Diangkat dari novel karya Roy Lewis yang dirilis tahun 1960, Monkey Business berfokus mengenai sebuah hutan yang ditinggali oleh puluhan primata. Karena ini adalah fabel, kita tak perlu mempermasalahkan kenapa mereka mahir berbahasa Inggris. Simeon (Christian Hecq), pemimpin desa yang karismatik tengah menunggu kelahiran anaknya. Tak disangka, ada dua anak yang lahir, dimana salah satunya adalah Edward (Debbouze) yang begitu lemah dan kecil (lebih tepatnya: keciiiiil) sehingga Simeon memutuskan untuk membuangnya. Sementara yang lebih besar, Vania (Diouc Koma) dikaderkan untuk menjadi penerusnya.

Namun Edward kecil berhasil bertahan hidup karena diselamatkan oleh Van (Arie Elmaleh), monyet besar dengan sedikit keterbelakangan mental. Singkat cerita, Edward tumbuh besar bersama Van meski dikucilkan oleh kelompoknya. Sedari awal, Edward didiskriminasi bukan saja karena fisiknya yang lemah, namun juga karena kecerdasannya yang dianggap aneh untuk ukuran primata.

Vania resmi menjadi pemimpin desa setelah Simeon mati. Namun timbul kekacauan di saat ritual desa yang mengharuskan Vania memakan jenazah ayahnya yang membuat Edward diusir dari kampung. Mengalami berbagai tragedi komikal � angin topan, semburan lahar, dll � Edward menunjukkan pertanda evolusinya mulai dari menemukan api hingga berjalan di atas 2 kaki. Nah, sekarang anda tahu kenapa tampang Edward begitu mirip dengan manusia.

Sementara animasinya tak begitu buruk, dimana latar belakang dibuatdengan bagus dan detail karakter dirancang dengan mendetail (bahkan hingga rambut-rambut halus di sekujur tubuh mereka), hal yang sama tak bisa saya katakan untuk teknik motion-capture-nya. Mencoba sotoy, motion-capture bukan hanya tentang rendering yang bagus, tapi juga bergantung pada pergerakan dari aktor yang memerankannya. Disini, pergerakan dan ekspresi dari setiap karakter primata terlihat canggung. Yah, maklum lah. Tak semua orang bisa seperti Andy Serkis.

Cerita utamanya adalah bagaimana Edward akhirnya menjadi pemimpin kelompoknya. Yang menjadi antagonis bukanlah Vania, melainkan seorang eeh seekor dukun jahat. Dengan mengesampingkan tema mengenai evolusi, plotnya relatif sederhana tanpa adanya perkembangan karakter. Kita mengenal karakternya hanya dari perilaku one-note mereka. Bahkan Edward yang sempat punya momen sentimental dengan love-interest-nya, Lucy (Melissa Theuriau) tak punya bobot emosional. Sangat disayangkan, lagu-lagu Stevie Wonder, Aretha Franklin hingga Skrillex yang mungkin ditujukan untuk menguatkan adegan, namun terkesan ditempatkan sembarangan.

Selain beberapa lelucon slapstick, komedinya sangat digantungkan pada pembawaan Debbouze dengan komentar-komentar cerewet yang terkadang pintar tapi seringkali mengganggu. Hanya ada 2 tipe karakter disini, kalau tidak menjengkelkan yaa dungu. Mungkin benar apa kata orang. Just stay out of monkey business. �UP

'Monkey Business' |
|

IMDb | Rottentomatoes
101 menit | Remaja

Sutradara Jamel Debbouze
Penulis Jamel Debbouze, Fred Fougea, Jean-Luc Fromental, Ahmed Hamidi, Victor Mayence, Pierre Ponce, John R. Smith, Rob Sprackling (screenplay), Roy Lewis (buku)
Pemain Jamel Debbouze, Melissa Theuriau, Arie Elmaleh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Recent Post