Review Film: &#39;Triple 9&#39; (2016)

'Triple 9' mungkin bermaksud mengangkat nihilisme, but it is about nothing and without meaning. Namun tetap, ia adalah produk kacau yang mentereng.

�There's no limit to what desperate men will do when pushed.�
� Irina Vlaslov

999 adalah kode kepolisian yang berarti petugas tertembak / tewas / terluka. Film ini tak membohongi anda. Ia tidak mengambil judul tersebut untuk keren-kerenan saja; ada banyak polisi yang tumbang dalam film mengenai perampokan, mafia, geng dan polisi korup ini. Triple 9 adalah jenis film yang tak menglorifikasi brutalitas, namun anda akan menyaksikan banyak kekerasan dan darah disini.

Triple 9 merupakan salah satu film dengan ensemble cast paling top serta memiliki adegan pembuka paling mendebarkan tahun ini. Ditambah dengan kursi sutradara yang diduduki oleh John Hillcoat (The Preposition, The Road, Lawless), film ini menjanjikan banyak potensi � kalau saja naskah dari Matt Cook mampu memfasilitasi luapan talenta ini.

Di awal film kita menyaksikan sekelompok petugas dan mantan petugas yang akan merampok bank: eks-tentara Michael (Chiwetel Ejiofor) dan Russell (Norman Reedus), adik Russell yang dulunya polisi Gabe (Aaron Paul), serta 2 polisi aktif, Marcus (Anthony Mackie) dan Rodriguez (Clifton Collins, Jr.). Tugas ini diberikan oleh istri mafia Rusia, Irina (Kate Winslet) yang tampaknya memegang kelemahan mereka masing-masing.

Meski akhirnya sukses, Irina menolak melakukan pembayaran sampai mereka mau melakukan tugas terakhir yang melibatkan penerobosan ke gedung Homeland Security. Apa yang mereka cari, tak penting. Yang pasti tugasnya begitu sulit hingga kru ini harus menciptakan situasi "999", dimana hampir seluruh petugas akan dikerahkan ke TKP. Sementara perhatian polisi teralihkan, mereka akan melakukan misi yang nyaris mustahil ini.

Sembari perencanaan perampokan berjalan, penyelidikan perampokan pertama tengah diselidiki oleh Jeffrey (Woody Harrelson). Keponakannya, Chris (Casey Affleck) baru saja dipasangkan dengan Marcus untuk memecahkan kasus pembunuhan antar geng. Coba anda tebak, siapa calon korban 999 yang diusulkan Marcus?

Walau kedengarannya demikian, tapi film ini tidaklah terfokus pada prosedur perampokan melainkan dinamika antarkarakternya. Neo-noir ala-ala. Yang mengikuti setelahnya adalah pengkhianatan, pembantaian dan drama. Suasana kotanya yang lekat dengan narkoba dan gangster akan mengingatkan kita pada Training Day atau End of Watch. Plotnya bisa anda prediksi dari jauh, namun masih memberikan efek syok karena dirancang dengan impresif.

Gaya penyutradaraan Hillcoat memberikan intensitas tinggi dan sangat lekat dengan realisme. Petunjuk visual warna merah yang ditetapkan saat misi perampokan pertama nyaris gagal yang ditebar di sepanjang film, sukses membangun atmosfer. Memanfaatkan dengan efektif sorotan kamera handheld didukung dengan scoring elektronik dari Atticus Ross dkk, Hillcoat menciptakan urgensi dari setiap adegan aksi, khususnya pada adegan pembuka serta sekuens tembak-tembakan di perumahan geng.

Namun film ini dengan cepat kehilangan energi setelah pembuka yang spektakuler. Naskahnya berserakan ke berbagai arah. Film ini menyentuh banyak subplot untuk masing-masing karakternya, namun sebagian besar tak tahu dibawa kemana. Deretan pemain yang luar biasa terkesan disia-siakan. Pengecualian mungkin bagi Affleck yang mendapat peran sebagai polisi jujur serta Mackie yang diberi konflik batin. Bagi karakter Ejiofor, misi ini bersifat personal karena melibatkan anak dan istrinya (Gal Gadot), namun kita tak tak merasa peduli terhadap konfrontasi puncaknya dengan Irina. Bagian ending yang terasa terburu-buru, namun sebenarnya disebabkan karena karakterisasi dan narasinya tak begitu mengikat sejak awal.

Triple 9 mungkin bermaksud mengangkat nihilisme, but it is about nothing and without meaning. Namun tetap, ia adalah produk kacau yang mentereng. �UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

'Triple 9' |

TEGUH RASPATI | 11 Maret 2016